Seo Services

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWWUF DI ARAB

A. Tasauf, Sufi Dari Masa Ke Masa

Dalam sejarah perkembangannya, ajaran kaum sufi dapat dibedakan dalam beberapa periode yaitu: abad pertama dan abad kedua hijriah, adad ketiga dan keempat hijriah, abad kelima hijriah,dan abad keenam dan seterusnya.

Secara global dapat dilihat bahwasanya ajaran kaum sufi pada abad pertama dan kedua bercorak akhlaqi, yakni pendidikan moral dan mental dalam rangka pembersiham jiwa dan raga dari pengaruh-pengaruh duniawi.dengan kata lain ajaran mereka mengajak kaum muslimin untuk hidup zuhd sebagaiman yang di ajarkan dan di praktekkan oleh Nabi dan para sahabat besar.al-Tafatazani merinngkasnya bahwa ajaran Zuhd pada masa ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:



1. Ajaran zuhd berdasarkan ide untuk menjauhi kehidupan duniawi demi meraih pajala di akhirat,dan memelihara diri dari azabneraka. Ide-ide ini berdasarkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-sunnah, serta berbagai dampak dari kondisi sosio-politik yang berkembang pada masa islam ketika itu.

2. Ajaran zuhd bersifat praktis dan para pengikutnya menaruh perhatian buat menyusun prinsip-prinsip teoritis atas ajaran itu.sedang sarana-sarana praktiknya adalah nidup dalam ketenangan dan kesederhanaan, sedikit makan dan minum. Banyak beribadah dan menerima ,merasa sangat berdosa,tunduk secara total kepada kehendak Allah, dengan demikian,ajaran zuhd dan mengarah pada pembinaan moral.

3. Motivasi lahirnya zuhd ini adalah rasa takut yang muncul dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sedang pada akhir abad kedua hijriah ditangan Rabi’ah al-adawiy, muncul motivasi cinta kepada Allah, yanag bebas dari rasa takut terhadap azab-Nya maupun rasa harap terhadap-Nya.

4. Ajaran kaum zuhd disampaikan para kaum zahid pada periode terakhir, ditandai kedalaman membuat analisis yang dipandang sebagai fase pendahuluan tasauf. Kelompok ii sekalipun dekat dengan tasauf ,tidak dipandang sebagai cikal bakal para sufi abad ketiga dan keempat hijriah.

Menurut at-Taftazani, selanjutnya para zahid sampai abad kedua hijriah belum dipandang sebagai para sufi, sedangkan pada abad ketiga dan keempat mereka sudah dipandang sebagai para sufi, karena ajaran mereka tidak hanya terbatas pada pembinaan moral sebagaiman yang diajarkan para zahid pada abad pertama dan kedua hijriah.menurut Prof.Dr. Hamka, setelah masuk abad ketiga dan keempat hijriah telah berkembang dan menunjukkan isinyayang dapat dibagikan kepa tiga bagian, yaitu ilmu jiwa, ilmu akhlaq dan ilmu tentang yang ghaib (metafisika). Kehalusan rasa yang dipentingkan di abad pertama dan kedua telah mempertinggi penyelidikan atas ketiga ilmu itu yang telah memenuhi seluruh kehidupan sufi.

Prof.Dr.H.Aboebakar Atjeh menggambarkan perkembangan kaum sufipada abad ketiga sebagai berikut:

Lalu sampailah pada abad yang ketiga orang membicarakan latihan rohani, yang dapat membawa manusia kepada tuhan-Nya. Jika pada abad akhirnya kedua ajaran sufi mrupakan keuhudan, dalam abad ketiga ini orang sudah meningkat pada wusul dan ittihad dengan tuhan. Orang sudah membicarakan tentang kelenyapan kepada kecintaan, bersatu dalam kecintaan, bertemu dengan tuhan dan menjadi dengan Dia.

Semenjak masa AbuYazid al-Bustami pendapat kaum sufi terarah pada “kesatuan wujud” atau paham mistik. inti dari konsepsi ini adalah bahwa dunia fenomina adalah hanya bayangan diri, dan realita yang sesunggunya yaitu tuhan. Satu-sayunya wujud adalah Tuhan yang memiliki wujud yang hakiki.

Namun peril dikemukeken juga bahwasanya cirri dominant ajaran tasauf mereka adalah psiko-moral, dan perhatiannya mereka pada dasarnya di arahkan pada moral dan tingkah laku. Sementara kecenderungan metafisis yang lahir darisebagian merekabelum begitu jelas, kecuali memang dari para sufi yang juga filosof abad ke enam hijriah dn seterusnya. Tetapi yang terang pada abad ketiga dan abad ke empat tasauf telah mencapai kesempurnaan.

Memasuki abad kelima hijriah aliran pertama yaitu aliran tasauf sunni dimana para penganutnya memagari tasauf merka dengan al-Qur’an dan al-sunnah serta mengaitkan tingkatan rohani mereka pada keduanya. Dengan demikian pada abad ini cendrung mengadakan pembaharuan, yakni dengan mengembalikan tasauf kelandasan al-Qur’an dan al-sunnah, sedangkan tasauf sunni berada pada tingkatan yang menentukan yang memungkinkannya tersebar luas dikalangan kaum muslim dan membuat fondasinya terpancang dalam jangka yang begitu lamadalam berbagai masyarakat muslim.

Sedangkan posisi tassauf falsafi pada waktu itu dipandang menyimpang dari ajaran al-Qur’an dan al-sunnahnamun jika diperhatikan ajaran-ajaran mereka dari sudut nakli, sebenarnya mereka masih berlandaskan nash tersebut,hanya saja penafsiran yang mereka gunakan berbeda dari penafsirannya yang lain.

Fazlur Rahman melihat bahwa gerakan pembaharuan yang dimaksud merupakan pengintrikgrasian kesadara tasauf dengan syari’at yang telah dimulai dari abad ke tiga hijriah dengan kegiatan tokoh-tokoh seperti al-kharraz dan al-junaid dan yang lainnya.tokoh terbesar islam abad pertengahanini terbukti menjadi tokoh yang menentukan perkembangan islam selanjutnya, lebih banyak apa apa yang di ajarkan berdasarkan pengalaman pribadi dari apa yang dipikirkannya.

Selanjutnya Fazlur Rahman mengatakan pengaruh al-Gazali dalam islam adalah tak terkirakan besarnya.dia tidak hanya membangun islam sunni dan tasauf sebagai bagian integral daripadanya, tapi dia juga merupakan pembaharutasauf yang besar, yang membersihkannya dari unsure-unsur islamis dan mengabdikannya kepada paham sunni.

Begitu pula apa yang dikatakan ibrahim madzkor tentang posisi al-gazali tentang pencaturan tasauf dan teologi dan fiqh akibad dari berkembangnya ke arah filsafat, yaitu paham ittihad dan hulul memandang al-gazali sebagai sosok yang memiliki tugas berat untuk mengembalikannya dengan membela kearah ahl al-sunnah dalam segala aspeknya, dan memerangi ahl bid’ah .

Seperti diketahui bahwasanya tasauf falsafi muncul pada abad ke III dan IV hijriah dan tenggelannya pada abad ke V hijriah, dan mun cul mkembali dengan bentuknya yang lebih sempurna.yang di antara tokohnya adalah al-Arabi.

Tasauf falsafi karena telah dilengkapi oleh ibnu Arabi denga paham Wahdatul Wujud lazim juga disebut dengan tasauf wujudiah. Melalui banyak sufi besar yang menjadi muridnya atau pengikutnya seperti, al-Qunawi,al-furqani,al-kasyani dan pengikut lainnya memperoleh tanah yang subur, terutama di Persia. Umumnya dikalangan syiah dan berbagai paham falsafi lainnya, karena hal itulah tasauf falsafi disebut sebagai tasauf syi’i.


B. Fase fase perkembangan tasawuf di arab

Sebagaimana kita ketahui sejarah islam sitandai dengan peristiwa tragis yang terjadi pada diri kholifah Usman, dari peristiwa itulah terjadi kemerosotan akhlak, hal ini menyebabkan sahabat-sahabat yang masih ada dan pemuka-pemuka islam yang mu berfikir berikhtiar membangkitkan kembali ajaran islam, pulang masuk masjid, kembali mendenagrkan kisah-kisah mengenai targhib dan tarhib, mengenai keindahan hidup zuhud dan lain sebagainya, inilah benih tasauf yang paling awal.


1. Masa Pembentukan

Telah kita ketahui bahwasanya segolongan umat islam yang tidak puas akan ibadahnya hanya sekedar sholat, puasa, dan haji, akan tetapi mereka ingin lebih mendekatkan lagi kepada Allah dengan jalan menjauhi urusan-urusan duniawi dan memusatkan diri pada urusan akhirat yang dalam hal ini disebut dengan tasauf.

Pada abad I hijriah bagian kedua, lahirlah Hasan Basri seorang zahid pertama yang termashur dalam sejarah tasauf. Ia lahir di madinah pada tahun 642 M, dan meninggal di basrah pada tahun 728 M. hasan basri tampil pertama dengan ajaran tasauf dengan membawa ajaran khauf dan raja’ mempertebal takut dan berharap kepada tuhan, setelah itu tampillah guru-guru yang lain yang dinamakan qari’ mengadakan gerakan pembaharuan hidup kerohanian dikalangan kaum muslimin.

Kemudian pada akhir abad kedua hijriah, muncullah tokoh sufi yaitu rabi’ah al-adawiah (w.185 H) seorang sufi wanita yang ter kenal dengan ajaran cintanya. Pada abad kedua ini juga tidak banyak berbeda dengan abad sebeelumnya, yakni sama dalam corak kezuhudan, saat itu pula muncul banyak istilah-istilah yang pelik seperti keberdihan jiwa (thaharah an-nafs), kemurnian hati (naqi al-qalb) dan lain sebagainya.

Abul wafa’ menyimpulkan, bahwa zuhud islam pada abad I dan II Hijriah mempunyai karakter sebagai berikut:

a. Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama, yang dilator belakangi oleh sosio-politik, coraknya bersifat sederhana, praktis dan tujuannya untuk meningkatkan moral.

b. Masih bersifat praktis dan para pendirinya tidak banyak menaruh perhatian untuk menyusun teori-teori praktis atas kezuhudan itu. Sementara sarana-sarana praktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan.

c. Motif zuhudnya ialah rasa takut, yang mana rasa takut itu muncul akibat dari landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Akan tetapi pada akhir abad II hijriah yang muncul Rabiah Al-Adawiah yang membawa ajaran cintanya yang bebas dari rasa takut dan harap terhadap pahalanya, hal tercermin atas mensucikan diri, antar hubungan manusia dan Tuhan.


2. Masa Pengembangan

perkembangan tasauf pada abad III dan IV hijriah sudah mempunyai corak yang berbeda dengan abd sebelunya. Pada abad ini tasuf sudah bercorak kapada kefana’an yang mengarah pada persatuan hamba dengan sang Kholiq.

Sementara itu Nicholson mengatakan bahwa Abu Yazid mendapat julukan sebagai tokoh sufi dari Persia yang pertama kali yang mempergunakan istilah fana’ sehingga dia di anggap sebagai peletak tasauf pertama dalam aliran ini,fana’ merupakan syarat seseorang untuk dapat mencapai ma’rifah.

Setelah abu yazid muncullah al-Hallaj, yang man tokoh ini menganut ajaran fana’ sehingga dijuluki dengan manusia yang mempunyai dua sifat, yakni sifat kemanusiaan dan sifat ketuhanan, yang meyakini bahwasanya antar roh manusia dan roh tuhan di ibaratkan sebagai air dengan khamer,”jika kamu menyentuhnya maka menyentuh aku” namun sejauh itu dia tidak mengakui adanya peleburuan dua hakikat, yakni antara manusia dan Tuhan, namun dia mengakui bahwasanya masih ada jarak antar manusia dan Tuhan.

Pada akhir abad III hijriah berlomba-lomba pula menyatakan dan mempertajampemikirannya tentang kesatuan penyaksian (wahdat al-wujud) berhubungan degan Tuhan, keindahan dan kesempurnaan Tuhan,

Dengan demikian tasauf pada abad III dan IV hijriah dapat kita lihat bahwasanya ajaran tasauf pada abad ini sudah mulai berkembang, seolah-olah sudah merupakan madzhab bahkan seolah-olah sudah menjadi agama yang berdiri sendiri.


a. Masa Konsolidasi

Tasauf pada V hijriah mengadakan konsolidasi yang pada masa ini ditandai dengan adanya pertarungan antara tasauf sunni dan tasauf semi falsafi yang mana tasauf pada abad ini mengarah pada ciri psikologis moral, dan perhatiannya diarahkan pada moral serta tingkah laku. Pada abad ini pula muncullah tasauf dalam berbagai alairan, diantaranya munculnya aliran tasauf sunni, yang mana tasauf sunni ini memenangkan pertarungan sehingga berkembang dengan sedemikian rupa,sedangkan tasauf semi filsafat yang kita menyebutnya sebagai tasauf falsafi tenggelam dari permukaan, kemenangan ini dimulainya dengan kritikan pedas yang di sampaikan oleh tokonya Abu Al-Hasan Al-Asyari terhadap teorinya Abu Yazid Al-Bustami dan al-Hallaj.

Tokoh lainya yang sangat termashur adalah al-Ghazali yang menduduki tempat paling tinggi di masa itu, salah satu tawaran teori al-ghazali ialah menolaknya dia terhadap teori kesatuan, dia menyodorkan teori baru tentang ma’rifat dalam batas pendekatan diri kepada Allahtanpa di ikutu penyatuan diri denganya, menurutnya jalan jalan menuju ma’rifat kepada Allah adalah dengan amal dan ilmu, sementara buahnya adalah moralitas. Dia juga yang mampu menyatukan antara tiga kubu keilmuan, yakni tasauf, fiqh, dan ilmu kalam. Yang sebelumnya terjadi ketegangan.


b. Masa Falsafi

Setelah tasauf semi falsafi mendapat hambatan dari tasauf sunni, maka pada abad VI hijriah tampillah tasauf falsafi yang mana ajaran tasauf yang bercampur dengan ajaran filsafat, walaupun tasauf falsafi disini tidak sepenuhnya dikatakan filsafat karena masih memakai dzauq.

Tokoh-tokohnya diantaranya, ibnu Arabi dengan teorinya wahdat al-wujud, ibnu Sabi’in dengan teorinya Ittihad, dan lain sebagainya.

Pada abad VI dan VII muncul cikal-bakal orde-orde (thariqah) sufi kenamaan. Thariqah ini berkembang sampai sekarang melalui guru-gurunya, antara lain: tariqah Qadariah, tariqah Naqsabandiyah, dan tariqah lainnya.


c. Masa Pemurnian

Pada masa ini setelah tasauf berkembang dengan disusulnya dengan berkembangnya tariqah-tariqah merupakan masa keemasan tasauf, akan tetapi pada masa ini terjadi tanda-tanda keruntuhan kian jelas dengan adanya penyelewengan scandal mengancam dan reputasi baiknya.

Kemudian tasauf pada waktu itu di tandai Bid’ah,Khurafat, mengabaikan syari’at dan hokum-hukum moraldan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan, bersamaan dengan hal itu muncullah pendekar ortodok, Ibnu Taimiah yang dengan lantang menyerang penyelewengan-penyelewengan sufi tersebut, dia mengkritik terhadap Ittihat, Hulul,dan Wahdat Al-Wujud sebagai ajaran yang menuju ke kufuran, akan tetapi ibn Taimiah masih mengakui akan ajaran tentang fana’ yang mana tingkatan ini diperoleh oleh orang arif tatakal kesadannya hilang. Fana ini sering di alami oleh sebagian Muhibbin.

Ibn Taimiah lebih cendrung bertasauf sebagaiman yang telah di ajarkan Rasulullah, yakni menghayati ajaran tariqah tertentu, dan tetap melibatkan diri dalam kehidupan social, sebagaiman manusia pada umumnya, tasauf seperti inilah yang cocok untuk dikembangkan di masa modern dan masa sekarang.


DAFTAR PUSTAKA


Abu al-Wafa al-Gamimi al Taftazani, madkhal ilal Tashawwuf al-islami, Darus Tsaqa fah, Kairo, 1979.

Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, Ramadlani, Sala, 1985.

Hamka, Tasauf, Perkembangan dan pemurniannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984.

Amin, Sukur, Menggugat Tasawwuf, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.

As, Asmaran, Pengantar Studi Tasawwuf, Radja Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWWUF DI ARAB SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWWUF DI ARAB Reviewed by zaenal abidin fauzi on Tuesday, April 28, 2009 Rating: 5

No comments:

ads 728x90 B
Powered by Blogger.